Selasa, 12 Januari 2016

Contoh Kasus

Kasus Nenek Asyani Cermin Ketidak Adilan Hukum di Indonesia

Baru-baru ini kita dihebohkan oleh berita tentang nenek Asyani dari kabupaten Situbondo yang harus menjalani proses persidangan lantaran diduga mencuri  tujuh batang kayu milik Perum Perhutani. Menurut nenek Asyani kayu jati yang dipermasalahkan tersebut ditebang oleh almarhum suami Asyani sekitar lima tahun silam dari lahan mereka sendiri.

Dalam kasus nenek Asyani ini terdapat beberapa kejanggalan. Kayu jati yang diduga dicuri oleh nenek Asyani itu berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 sentimeter, sedangkan kayu jati milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 sentimeter.  Selain itu kasus itu dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan nenek Asyani ditahan mulai Desember 2014 sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian. Bayangkan bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat hukum mempunyai kebijaksanaan terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut.

Mengapa kasus seperti ini bisa sampai terjadi?

Saat in nenek Asyani dalam penangguhan hukum, tetapi harus menjalani sidang berkali-kali di Pengadilan Situbondo. Sungguh miris hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi diperlakukan dengan tidak adil dimana dia ditahan sebelum diadakan persidangan seolah-olah dia seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat banyak. Ditambah lagi ancaman hukuman 5 tahun penjara dan penanganan kasus tersebut yang terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian.

Dari kasus ini kita bisa menilai bahwa hukum di negara kita belum mampu memberikan keadilan kepada rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi dan status yang tinggi. Hukum kita banyak membiarkan kasus-kasus berat jika pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang melakukan pelanggaran langsung dijebloskan kepenjara meskipun melakukan pelanggaran kecil. Sedangkan pejabat-pejabat yang melakukan korupsi sampai milyaran bahkan trilyunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah dipenjara bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara. Kasus ketidakadilan hukum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah.

Adakah hukum yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu?

Hukum Islamlah jawabannya karena hukum Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil. Dalam hukum Islam sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti gagal karena hukum Allah SWT tidak berubah dan tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah apalagi hanya untuk kepenting orang-orang tertentu yang mempunyai banyak harta dan kekuasaan.

Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara; muslim atau non-muslim, pria atau wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hal ini pernah terjadi di jaman Rasulullah ketika seorang wanita bangsawan melakukan pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu diperingan. Rasulullah saw murka seraya bersabda:

“Sesungguhnya yang membinasakan orang2 sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya. (HR al-Bukhari)

Hukum Islam juga tidak semata-mata membela penguasa. Sebagai contoh dimasa khalifah  Ali Bin Abi Thalib, beliau mengadukan seorang yahudi (non-muslim) yang mencuri baju perangnya. Walaupun pada saat itu beliau mempunyai kedudukan paling tinggi bahkan lebih tinggi dari Qadhi atau hakim yang menangani kasus tersebut dan juga lawannya adalah non-muslim, Qadhi tidak memenangkan beliau karena tidak adanya saksi yang memadai. Mendengar keputusan Qadhi beliau tidak marah malah menyerahkan baju perangnya kepada orang yahudi tersebut.  Hal itu membuat si yahudi takjub kepada hukum Islam dan akhirnya mengaku bahwa baju perang itu bukan miliknya melainkan milik amirul mu’minin Ali Bin Abi Thalib.

Demikianlah kelebihan hukum Islam yang bersumber dari Allah SWT yang jelas lebih baik dibandingkan hukum lain yang bersumber dari manusia hamba Allah yang tidak mungkin bisa menandingi Zat Yang Maha Kuasa.  Hanya dengan kembali kepada syariah Islam, manusia akan mendapatkan keadilan, kemakmuran, kesejahteraan dan lain2nya sesuai dengan yang kita harapkan selama ini karena Allah SWT, Zat Yang Paling Memahami apa yang paling baik bagi manusia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.  Bayangkan kasus tersebut dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember 2014. Sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian.


Sungguh upaya yang sangat lama dalam penanganan kasus tersebut, bahkan terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Wajar bila ada anggapan bahwa ini adalah tindakan kriminalisasi. Terlebih lagi membiarkan perempuan tua dalam penjara selama itu dari sisi kemanusiaan tentu sulit untuk diterima.

SUMBER

http://www.hariandepok.com/32793/kasus-nenek-asyani-cermin-ketidak-adilan-hukum-di-indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar