Sabtu, 30 Desember 2017

Teori-Teori Mengenai Kreativitas

PENGEMBANGAN KREATIVITAS
DAN KEBERBAKATAN
DOSEN : MAHARGYANTARI PURWANI DEWI


 DISUSUN OLEH : 
AMANDA HANIFAH NUR H      (10515610)
DYAH AYU LANTYASARI HP (12515083)
WELLA RIZKI IRAWAN              (17515114)
KELAS :  3PA12

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PRIKOLOGI
2017/2018



TEORI – TEORI MENGENAI KREATIVITAS
A.  Teori Pendorong Kreativitas
Kreativitas agar dapat terwujud diperlukan dorongan dari individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Teori mengenai kreativitas meliputi:
1. Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan untuk dapat mewujudkan potensi dan bakat yang dimilikinya, mewujudkan dirinya, dorongan berkembang menjadi lebih matang, dorongan mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya yang sering dikenal dengan mengaktualisasikan dirinya secara nyata.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri. Motivasi intrinsik merupakan motif-motif yang menjadi aktif atau cara berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi Intrinsik juga dikatakan sebagai motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri) dan membutuhkan kondisi yang tepat untuk diekspresikan.
Kreativitas setiap individu, dalam organisasi sebagai ilustrasi, ditentukan oleh tiga komponen yaitu keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi. Keterampilan berpikir kreatif menentukan seberapa fleksibel dan imajinatif orang-orang dalam organisasi saat menghadapi masalah. Niat dari dalam diri untuk memecahkan masalah yang ada, biasanya justru membawa pada solusi-solusi yang lebih kreatif. Ketimbang misalnya bila motivasi memecahkan masalah itu muncul atau ada karena ingin memperoleh imbalan finansial. Komponen motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Ini merupakan salah satu motivasi yang dapat dengan cepat dipengaruhi keberadaannya oleh kondisi lingkungan kerja.
Berbeda dari motivasi ekstrinsik, motivasi intrinsik berkaitan dengan keinginan dan minat dari dalam diri untuk melakukan sesuatu (internal desire) yang mulia. Orang akan lebih kreatif bila ia merasa termotivasi, utamanya oleh karena minat, kepuasan, dan tantangan dari pekerjaan itu sendiri. Jadi, termotivasi bukan karena tekanan-tekanan eksternal, seperti uang atau kendali ketat sang atasan.
Mumford dan Gastafson (dalam Ng Aik Kwang, 2001:4) seorang yang kreatif terbuka untuk menerima pengalaman hidup, memiliki minat dalam hidup dan tertarik untuk mendalami ide-ide yang kompleks, sehingga dapat mengembangkan dan menggunakan model mental yang kompleks untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Walaupun kerja kreatif telah dijadikan pertimbangan, namun model mental yang kompleks belum mencukupi. Karena Kreativitas sebagai ide yang abstrak dan tidak dapat diukur (untested) harus diterjemahkan menjadi tindakan yang konkret. Kreativitas dengan menggunakan teknik penilaian secara konsensus (consensual assesment technique) (Ng Aik Kwang, 2011:5).
Ambile menyatakan suatu produk atau respon disebut kreatif apabila beberapa penelitian yang sesuai secara bebas menyetujui bahwa itu disebut kreatif. Peneliti yang sesuai dalam kompetensi melukis, arsitek dalam kompetensi desain dan penulis (writers) dalam kompotensi mengarang. Dengan menggunakan teknik penilaian konsensus terhadap kreativitas seperti tersebut di atas, Ambile dan teman-teman telah melakukan berbagai studi empiris yang menekankan motivasi intrinsik, yang menyenangi apa yang sedang ia lakukan, dengan tingkah laku kreatif. Peran penting dari motivasi instrinsik digambarkan oleh Amabile (dalam Ng Aik Kwang, 2001:6) dalam model komponen Kreativitas yang terdiri dari tiga komponen penting:
a.       Keterampilan dalam ranah yang relevan (domain-relevant skill) yang mengacu pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang berkaitan dengan ranah khusus dimana seorang yang kreatif tertarik.
b.      Keterampilan yang relevan dengan kreativitas (creativity-relevant skill) yang mengacu pada kemampuan kognisi, seperti kemampuan berpikiran divergent, sebaik seperti ciri-ciri kepribadian seperti keterbukaan terhadap pengalaman, kecondongan (penchant) mengambil resiko, toleransi yang besar terhadap kebermaknaan ganda (ambiquitas).
c.       Motivasi intrinsik yang mengacu pada keinginan untuk melakukan suatu tugas yang masih dipertanyakan. Tanpa adanya motivasi instrinsik ini, ia akan mengahadapi kesulitan-kesulitan untuk tetap pada jalurnya atau pendapatnya, terutama dengan banyaknya hambatan yang ia hadapi, misalnya hadiah eksternal yang mempengaruhi untuk meninggalkan idenya.
Ketiga pendekatan yang telah diuraikan di atas masih memerlukan adanya aspek kunci, karena Kreativitas tidak akan ada terjadi dalam keadaan sosial yang hampa (vacum). Sebaliknya justru terdapat hubungan yang erat antara seseorang yang kreatif dengan dunia sosialnya, dimana ia dapat menbentuk aktivitas kreatifnya.
2. Kondisi Eksternal Yang Mendorong Perilaku Kreatif
Kreativitas dapat berkembang dalam suasana non-otoriter, yang memungkinkan individu untuk berpikir dan menyatakan diri secara bebas, dan di mana sumber dari pertimbangan evaluatif adalah internal (Rogers, dalam Vernon, 1982).
Carl Rogers (dalam Vernon, 1982) menegaskan bahwa satu persyaratan utama bagi berkembangannya kreativitas suatu bangsa adalah adanya kebebasan. Kebebasan untuk berpikir, menyatakan pikiran, mencipta, yang dapat kita ringkaskan pada moyangnya segala rupa kebebasan yang menjadi hak asasi manusia, yakni adanya kebebasan melakukan pilihan (freedom of choice).
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh, individu memerlukan kondisi yang memupuk dan memungkinkan untuk mengembangkan sendiri potensinya.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan eksternal yang dapat memupuk dorongan dalam diri individu (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya?
Menurut pengalaman Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreatifitas yang konstruktif.
a.    Keamanan Psikologis
·      Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya (memberi kepercayaan, yang dapat memberi efek menghayati suasana keamanan).
·      Mengusahakan suasana yang ada didalamnya evaluasi eksternal tidak ada (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau punya mempunyai efek mengancam).
·      Memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut menghayati) perasaan, pemikiran, tindakan serta dapat melihat sudut pandang, dan tetap menerimanya, memberi rasa aman.
Dalam suasana ini “real self” dimungkinkan timbul, untuk diekspresikan dalam bentuk hubungannya dengan lingkungannya.
b.   Kebebasan Psikologis
Jika setiap orang memiliki kesempatan untuk bebas mengeksperiskan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya, permissivenessini memberikan pada seseorang kebebasan dalam berpikir atau merasakan sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya. Mengekspresikan tindakan konkret perasaan-perasaannya (misalnya dengan memukul) tidak selalu dimungkinkan, karena hidup dalam masyarakat selalu ada batas-batasnya, tetapi eksperesi secara simbolis hendaknya dimungkinkan. Kadang anak kreatif tidak kooperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri dan menolak dominasi atau otoritas guru. Berani dalam pendirian, ingin tau, mandiri dalam berfikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus dengan pekerjaanya, inisiatif, ulet, tidak bersedia menerima pendapat otoritas begitu saja.
Menurut Simpson (dalam Utami Munandar 1999:28) dorongan internal merupakan: “the intiative that one manifest by his power to break away from the usual sequence pf thought”. Insitiatif yang dimanisfestasikan dengan dorongan untuk keluar dari seluruh pemikiran biasa. Mengenai dorongan dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan kreativitas dan inovasi, kreativitas juga tidak akan berkembang dalam budaya yang terlalu menekan konformitas dan tradisi yang kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru (Utami Munandar 1999:28-29).

DAFTAR PUSTAKA

Muhandar, Utami. 1999. Creativity and Education. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ng, Aik Kwang. 2001. Why Asians are Less Creative Than WesternersIllustrated: Prentice Hall.
Rogers, C. 1982. Towards a Theory of Creativity. Dalam P.E Vernon (Ed.), Creativity. Middlesex: Penguin Books.