Kesejahteraan
psikologis Sedangkan tradisi SWB melihat kesejahteraan dari perspektif
pengalaman emosi positif dan negatif dan kepuasan hidup secara umum,
kesejahteraan 25 Tradisi psychological well-being (PWB) mengacu pada konsep
manusia pengembangan dan tantangan hidup eksistensial (Keyes et al., 2002). Hal
ini terutama didasarkan pada teori yang dikembangkan pada 1950-an dan 1960-an
yang berusaha untuk menggambarkan bagaimana menangani secara optimal dengan
tantangan dasar manusia . Charlotte Bühler (1935), Erik Erikson
(1959) dan Bernice Neugarten (1973) dirumuskan, dalam teori mereka tentang
perkembangan rentang kehidupan, tugas-tugas perkembangan dan cara-cara yang
dapat berhasil ditangani. Para ahli teori yang mempelajari perkembangan dan
pertumbuhan individu kemudian menawarkan konstruk untuk menggambarkan fungsi
positif seseorang dan pemenuhan diri, seperti individuasi (Jung, 1933), kesehatan
mental yang positif (Jahoda, 1958), akan makna (Frankl, 1959). ), kedewasaan
(Allport, 1961), berfungsi penuh (Rogers, 1961) dan selfactualization (Maslow,
1968). Namun, teori-teori fungsi positif ini hanya berdampak kecil pada studi
empiris tentang kesejahteraan, terutama karena mereka tidak menyediakan metode
pengukuran yang valid dan dapat diandalkan. Carol Ryff (1989a), bekerja dari
titik-titik kontak antara sejumlah konsep teoritis perkembangan positif,
merumuskan model PWB multidimensi, dan menemaninya, yang paling penting, dengan
metode Timbangan PWB, dan dengan demikian membuat penelitian empiris tentang
PWB mungkin . Modelnya terdiri dari enam dimensi psikologis, sementara
masing-masing dimensi PWB mengartikulasikan tantangan yang berbeda yang
dihadapi oleh individu ketika mereka berusaha untuk berfungsi secara positif
(Ryff, 1989a; Ryff & Keyes, 1995). Dimensi fungsi psikologis positif ini
termasuk penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, penguasaan
lingkungan, otonomi, tujuan dalam kehidupan dan pertumbuhan pribadi. Penerimaan
diri merupakan ekspresi dari evaluasi positif terhadap diri sendiri dan
kehidupan seseorang, bahkan ketika orang sadar akan kelemahan dan keterbatasan
mereka. Dimensi hubungan positif dengan orang lain mengungkapkan kebutuhan
manusia untuk menciptakan dan memelihara hubungan interpersonal yang mendalam
yang dipenuhi dengan kepercayaan. Penguasaan lingkungan menangkap kemampuan
untuk secara efektif mengatur kehidupan seseorang (mengelolanya dengan baik)
dan menciptakan lingkungan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pribadi seseorang. Otonomi kemudian menyatakan perlunya mempertahankan
individualitas seseorang dalam konteks sosial yang lebih luas dan mengembangkan
perasaan penentuan nasib sendiri dan otoritas pribadi. Dua dimensi terakhir -
tujuan dalam kehidupan dan pertumbuhan pribadi - ungkapkan upaya untuk
menemukan makna dalam tantangan itu sendiri dan aktualisasi bakat dan potensi
seseorang. Dimensi yang baru diformulasikan disediakan, kemudian, alternatif
untuk indikator kesejahteraan berfokus pada perasaan bahagia dan kepuasan
dengan kehidupan dan memulai tradisi membedakan antara 26 Marek Blatný dan Iva
Šolcová dua pendekatan mendasar dalam penelitian ilmiah tentang kesejahteraan :
hedonic (SWB) dan eudaimonic (PWB)
Hubungan
antara jenis pekerjaan dan kesejahteraan belum sering dipelajari. Beberapa
penelitian menunjukkan kesejahteraan yang lebih tinggi di kalangan wiraswasta
dibandingkan dengan orang yang dipekerjakan. Namun, efek positif dari wirausaha
berlaku hanya untuk orang kaya, menurut beberapa penulis (Dolan et al., 2008).
Menurut meta-analisis Dolan et al. (2008), pekerjaan penuh waktu dikaitkan
dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi daripada pekerjaan paruh waktu;
Namun, Meier dan Stutzer (2008) menemukan kurva U terbalik berbentuk antara
kesejahteraan dan jam kerja: yaitu, kesejahteraan naik saat jam kerja
meningkat, tetapi hanya sampai titik tertentu.
Selasa, 27 November 2018
Senin, 29 Oktober 2018
Sistem Informasi Psikologi
Contoh Kasus Sistem Informasi Psikologi
Sekarang ini banyak sekali penggunaan sistem informasi terhadap psikologi. Salah satunya yaitu pada alat tes, bahkan tes-tes psikologi sebagian besar sudah menggunakan komputer untuk skoring atau penghitungan hasil akhir bahkan saat pengerjaan sebuah test-testnya. Psikologi sendiri berbicara tentang manusia. Jika digabungkan, sistem informasi psikologi mencangkup : Hardware, software, people, procedur , data dan manusia. Hardware dan software sebagai mesin sedangkan prosedur dan manusia sebagai pelaku, dan data berfungsi sebagai jembatan dari keduanya. Sistem informasi bisa dimanfaatkan oleh pelaku psikologi untuk membantu mereka saat penghitungan skor dalam beberapa tes psikologi.
Sudah banyak orang-orang yang pernah mengikuti beberapa test psikologi sederhana melalui sebuah situs sosial media, dimana disana orang-orang tersebut diminta untuk mengisi beberapa soal dengan pilihan ganda sebagai jawabannya. Setelah diikuti lebih lanjut, dapat diketahui soal-soal tersebut merupakan sebagian dari test psikologi yang disederhanakan dan dibuat lebih mudah dipahami. Dengan mengisi pilihan ganda yang tersedia dan menjadikan jawaban paling dominan sebagai tolak ukur hasil test, keluarlah hasil test tersebut. Mungkin hasil yang diperoleh tidak terlalu valid dan reabilitas, tetapi ini merupakan salah satu contoh bahwa test psikologi tidak sekolot yang banyak orang bayangkan dan test psikologi mengikuti perkembangan zaman dengan turut menggunakan sistem informasi atau komputer untuk mempermudah penggunaan alat testnya.
Analisis Kasus dan Solusi
Dari contoh kasus yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa seiring dengan berkembangnya teknologi yang sangat canggih dan memudahkan banyak orang untuk mengakses berbagai situs ataupun website yang diinginkan, justru cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Dan itu merupakan salah satu contoh kasus yang sangat tidak baik, karena mengingat dalam dunia psikologi, untuk mendapatkan alat tes psikologi butuh perjuangan yang sangat panjang dan untuk membeli alat tes tersebut pun sangat mahal harganya, justru disini dimanfaatkan dengan tidak memikirkan hal-hal ataupun kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya. Apalagi secara umum hasil-hasil dari tes psikologi “palsu atau tidak benar” di media sosial tersebut tidak valid dan pastinya orang-orang di media sosial yang menggunakan aplikasi tes psikologi tesebut akan lebih mudah terpengaruh dan mempersepsikan bahwa dirinya seperti apa yang dikatakan pada hasil tes psikologi tersebut. Padahal bagi seorang psikolog, untuk memberitahu bahwa klien memiliki masalah masalah kepribadian ataupun masalah-masalah lainnya, harus melewati berbagai tes dan asesmen ataupun wawancara, sedangkan disini tes psikologi hanya dengan memilih pilihan ganda dan langsung terlihat hasil akhirnya. Dan menurut saya itu tidak baik dan tidak valid, karena akan membuat persepsi yang salah pada orang-orang yang menggunakan test psikologi di media sosial tersebut, lebih baik test psikologi dilakukan secara langsung agar hasilnya lebih valid.
Sumber
http://pradinaautami.blogspot.com/2016/11/tugas-2-contoh-kasus-sistem-informasi.html
Sumber
http://pradinaautami.blogspot.com/2016/11/tugas-2-contoh-kasus-sistem-informasi.html
Langganan:
Postingan (Atom)